Sistem Ujian Nasional Harus Diubah

Sistem Ujian Nasional Harus Diubah

\"\"CIREBON – Pendidikan saat ini cenderung kaku. Bahkan hanya menciptakan robot-robot yang bisa menyelesaikan soal di atas kertas. Pendidikan sangat penting, dengan catatan dikembalikan pada tujuan awalnya, yakni memanusiakan manusia. Demikian kata Munif Chatib, pakar multiple intelegence, saat menyampaikan pandangannya di depan peserta workshop ‘Gurunya Manusia’, di Gedung Negara, Kota Cirebon, kemarin. Workshop ‘Gurunya Manusia’ merupakan yang kedua kalinya di Cirebon, setelah di Untag Prima, Sabtu (11/2). Kali ini diselenggarakan Lentera Awliya Education Care (LAEC) Cirebon. Penjelasan Munif Chatib dalam workshop, cukup mendapat respons positif dan apresiasi sejumlah guru dan mahasiswa yang menjadi peserta. Karena dalam workshop tersebut, Chatib memaparkan dengan gamblang, bagaimana pentingnya pendidikan karakter. Seperti dikatakan Samsul Farikhin, guru MTS PUI Tenajar, Kecamatan Kertasmaya, Kabupaten Indramayu. Menurutnya, adanya workshop gurunya manusia cukup bagus. Karena membantu semangat dewan guru untuk menerapkan pembelajaran yang efektif dan efesien. Namun, kata dia, jika dibenturkan pada kenyataan sistem ujian nasional yang mengukur keberhasilan siswa hanya dengan aspek kognitif semangat guru-guru kembali memudar. Sementara ruh dari workshop Gurunya Manusia, sesungguhnya ingin membangun manusia yang sempurna. “Karena dalam pendidikan sebenarnya yang penting bukan hanya teori, tapi aplikasi dari pembelajaran. Sementara penilaian dalam UN tanpa memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik siswa,” kata Farikhin. Menurutnya, jika sistem pendidikan nasional masih menerapkan sistem lama, dunia pendidikan Indonesia berjalan di tempat. Solusinya sistem ujian nasional harus diubah. “UN jangan menjadi standar kelulusan siswa dalam pembelajaran,” tegasnya. Senada, Yayah Khoeriyah SPd Si, juga guru MTS PUI Tenajar, Kecamatan Kertasmaya, Kabupaten Indramayu. Menurutnya, workshop ini sangat bagus. Karena selama ini, penerapan pendidikan karaketer sangat sulit diterapkan di sekolah-sekolah. “Baru diterapkan secara personal masing-masing guru, tapi belum masuk dalam system kurikulum pendidikan,” ujarnya. Yayah mengatakan, guru percuma mengajarkan anak setiap hari pendidikan karakter, sementara sistem UN masih terjadi kecurangan. Sebagai guru, Yayah sangat mendukung rencana pelaksaan pembalajaran (RPP) berkarakter. Namun seperti percuma jika guru mengajarkan anak setiap hari pendidikan karakter, sementara sistem UN masih terjadi kecurangan. “Sehingga yang penting sistem ujian nasional harus ada perubahan,” ujarnya. Yayah membeberkan, kegiatan belajar mengajar di MTS PUI tempat dirinya mengajar, sebagian sudah menerapkan sistem pendidikan karakter. Dari masuk sekolah pukul 06.45 WIB sampai pukul 07.00 WIB, siswa membaca Alquran secara serentak. “Tujuannya mencetak generasi Qurani,” ujarnya. Karena menurutnya, selama ini siswa mengalami degradasi moral. Dengan adanya sistem pendidikan berkarakter, akan berpengaruh positif terhadap output siswa. “Di sinilah peran guru yang berkarakter untuk menjadi suri tauladan bagi murid-muridnya,” katanya. (hsn/opl)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: